Rabu, 30 November 2011

Buah Cinta Berasas Takwa

Ini kisah indah percintaan seorang tabi’in mulia. Namanya Mubarak.

Dulu, Mubarak adalah seorang budak. Tuannya memerdekakannya karena keluhuran pekerti dan kejujurannya. Setelah merdeka ia bekerja pada seorang kaya raya yang memiliki kebun delima yang cukup luas. Ia bekerja sebagai penjaga kebun itu. Keramahan dan kehalusan tutur sapanya, membuatnya disenangi teman-temannya dan penduduk sekitar kebun.


Suatu hari pemilik kebun itu memanggilnya dan berkata,
“Mubarak, tolong petiklah buah delima yang manis dan masak!”

Mubarak seketika itu bergegas ke kebun. Ia memetikkan beberapa buah dan membawanya pada Tuannya. Ia menyerahkannya pada Tuannya. Majikannya mencoba delima itu dengan penuh semangat. Namun apa yang terjadi, ternyata delima yang dipetik Mubarak rasanya kecut dan belum masak. Ia mencoba satu per satu dan semuanya tidak ada yang manis dan masak.

Pemilik kebun itu gusar dan berkata, “Apakah kau tidak bisa membedakan mana yang masak dan yang belum masak? Mana yang manis dan yang kecut?”

“Maafkan saya Tuan, saya sama sekali belum pernah merasakan delima. Bagaimana saya bisa merasakan yang manis dan yang kecut,” jawab Mubarak.

“Apa? Kamu sudah sekian tahun kerja di sini dan menjaga kebun delima yang luas yang telah berpuluh kali panen ini dank au bilang belum merasakan delima. Kau berani berkata seperti itu!” Pemilik kebun marah merasa dipermainkan.

“Demi Allah Tuan, saya tidak pernah mencicipi satu butir buah delima pun. Bukankah Anda hanya memerintahkan saya menjaganya dan tidak memberi izin pada saya untuk mencicipinya?” lirih Mubarak.

Mendengar ucapan itu Pemilik kebun itu tersentak. Namun ia tidak langsung percaya begitu saja. Ia lalu pergi bertanya pada teman-teman Mubarak dan tetangga di sekitarnya tentang kebenaran ucapan Mubarak. Teman-temannya mengakui tidak pernah melihat Mubarak makan buah delima. Juga para tetangganya.

Seorang temannya bersaksi, “Ia orang yang jujur, selama ini tidak pernah bohong. Jika ia tidak pernah makan satu buah pun sejak bekerja di sini berarti itu benar.”
Kejadian itu benar-benar menyentuh hati sang pemilik kebun. Diam-diam ia kagum dengan kejujuran pekerjanya itu.

Untuk lebih meyakinkan dirinya, ia kembali memanggil Mubarak,
“Mubarak, sekali lagi, apakah benar kau tidak makan satu buah pun selama menjaga kebun ini?”

“Benar Tuan”.

“Berilah aku alasan yang bisa aku terima!”

“Aku tidak tahu apakah Tuan akan menerima penjelasanku apa tidak. Saat aku pertama kali datang untuk bekerja menjaga kebun ini, Tuan mengatakan tugasnya hanya menjaga. Itu akadnya. Tuan tidak mengatakan aku boleh merasakan delima yang aku jaga. Selama ini aku menjaga agar perutku tidak dimasuki makanan yang syubhat apalagi yang haram. Bagiku karena tidak ada izin yang jelas dari Tuan, maka aku tidak boleh memakannya.”

“Meskipun itu delima yang jatuh ke tanah, Mubarak?”

“Ya, meskipun delima yang jatuh ke tanah. Sebab itu bukan milikku, tidak halal bagiku. Kecuali jika pemiliknya mengizinkan aku boleh memakannya.”

Kedua mata pemilik kebun itu berkaca-kaca. Ia sangat tersentuh dan terharu. Ia mengusap air matanya dengan sapu tangan dan berkata,
“Hai Mubarak, aku hanya memiliki seorang anak perempuan. Menurutku aku mesti mengawinkan dengan siapa?”

Mubarak menjawab,

“Orang-orang Yahudi mengawinkan anaknya dengan seseorang karena harta. Orang Nasrani mengawinkan karena keindahan. Dan orang Arab mengawinkan karena nasab dan keturunan. Sedangkan orang muslim mengawinkan anaknya pada seseorang karena melihat iman dan takwanya. Anda tinggal memilih, mau masuk golongan yang mana? Dan kawinkanlah putrimu dengan orang yang kau anggap satu golongan denganmu”.

Pemilik kebun berkata, “Aku rasa tidak ada orang yang lebih bertakwa darimu”.

Akhirnya pemilik kebun itu mengawinkan putrinya dengan Mubarak. Putri pemilik kebun itu ternyata gadis cantik yang shalehah dan cerdas. Ia hafal kitab Allah dan mengerti sunnah Nabi-Nya. Dengan kejujuran dan ketakwaan, Mubarak memperoleh nikmat yang agung dari Allah SWT. Ia hiup dalam surga cinta. Dari percintaan pasangan mulia itu lahirlah seorang anak lelaki yang diberi nama “Abdullah”. Setelah dewasa anak ini dikenal dengan sebutan “Imam Abdullah bin Mubarak” atau “Ibnu Mubarak”, seorang ulama di kalangan tabi’in yang sangat terkenal. Selain dikenal sebagai ahli hadis, Imam Abdullah bin Mubarak juga dikenal sebagai ahli zuhud. Kedalaman ilmu dan ketakwaannya banyak diakui ulama pada zamannya.


Dari Novel "Di Atas Sajadah Cinta" Chapter 2, Karya Habiburrahman El Shirazy.

-Memmy-

Di Atas Sajadah Cinta

KOTA KUFAH terang oleh sinar purnama. Semilir angin yang bertiup dari utara membawa hawa sejuk. Sebagian rumah telah menutup pintu dan jendelanya. Namun geliat hidup kota Kufah masih terasa.


Di serambi masjid Kufah, seorang pemuda berdiri tegap menghadap kiblat. Kedua matanya memandang teduh ke tempat sujud. Bibirnya bergetar melantunkan ayat-ayat suci Al-Quran. Hati dan seluruh gelegak jiwanya menyatu dengan Tuhan, Pencipta alam semesta. Orang-orang memanggilnya “Zahid” atau “Si Ahli Zuhud”, karena kezuhudannya meskipun ia masih muda. Dia dikenal masyarakat sebagai pemuda yang paling tampan dan paling mencintai masjid di kota Kufah pada masanya. Sebagian besar waktunya ia habiskan di dalam masjid, untuk ibadah dan menuntut ilmu pada ulama terkemuka kota Kufah. Saat itu masjid adalah pusat peradaban, pusat pendidikan, pusat informasi dan pusat perhatian.

Pemuda itu terus larut dalam samudera ayat Ilahi. Setiap kali sampai pada ayat-ayat azab, tubuh pemuda itu bergetar hebat. Air matanya mengalir deras. Neraka bagaikan menyala-nyala di hadapannya. Namun jika ia sampai pada ayat-ayat nikmat dan surge, embun sejuk dari langit terasa bagai mengguyur sekujur tubuhnya. Ia merasakan kesejukan dan kebahagiaan. Ia bagai mencium aroma wangi para bidadari yang suci.

Tatkala sampai pada surat Asy Syams, ia menangis,
fa alhamaha fujuuraha wa taqwaaha.
Qad aflaha man zakkaaha.
Wa qad khaaha man dassaaha

…”
(maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu jalan kefasikan dan ketaqwaan,
Sesungguhnya, beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu,
Dan sungguh merugilah orang yang mengotorinya
…)

Hatinya bertanya-tanya. Apakah dia termasuk golongan yang mensucikan jiwanya? Ataukah golongan yang mengotori jiwanya? Dia termasuk golongan yang beruntung, ataukah yang merugi?
Ayat itu ia ulang berkali-kali. Hatinya bergetar hebat. Tubuhnya berguncang. Akhirnya ia pingsan.

Sementara itu, di pinggir kota tampak sebuah rumah mewah bagai istana. Lampu-lampu yang menyala dari kejauhan tampak berkerlap-kerlip bagai bintang gemintang. Rumah itu milik seorang saudagar kaya yang memiliki kebun korma yang luas dan hewan ternak yang tak terhitung jumlahnya.
Dalam salah satu kamarnya, tampak seorang gadis jelita sedang menari-nari riang gembira. Wajahnya yang putih susu tampak kemerahan terkena sinar yang terpancar bagai tiga lentera yang menerangi ruangan itu. Kecantikannya sungguh mempesona. Gadis it uterus menari sambil mendendangkan syair-syair cinta,

in kuntu ‘asyiqatul lail fa ka’si
Musyriqun bi dhau’
Wal hub a wariq

…”
(jika aku pencinta malam maka
Gelasku memancarkan cahaya
Dan cinta yang mekar
…)

Gadis itu terus menari-nari dengan riangnya. Hatinya berbunga-bunga. Di ruangan tengah, kedua orangtuanya menyungging senyum mendengar syair yang didendangkan putrinya. Sang ibu berkata, “Abu Afirah, putri kita sudah menginjak dewasa. Kau dengarkanlah baik-baik syair-syair yang ia dendangkan.”
“Ya, itu syair-syair cinta. Memang sudah saatnya dia menikah. Kebetulan tadi siang di pasar aku berjumpa dengan Abu Yasir. Dia melamar Afirah untuk putranya, Yasir.”
“Bagaimana, kau terima atau…?”
“Ya jelas langsung aku terima. Dia kan masih kerabat sendiri dan kita banyak berhutang budi padanya. Dialah yang dulu menolong kita waktu kesusahan. Di samping itu Yasir itu gagah dan tampan.”
“Tapi bukankah lebih baik kalau minta pendapat Afirah dulu?”
“Tak perlu! Kita tidak ada pilihan kecuali menerima pinangan ayah Yasir. Pemuda yang paling cocok untuk Afirah adalah Yasir.”
“Tapi engkau tentu tahu bahwa Yasir itu pemuda yang tidak baik.”
“Ah, itu gampang. Nanti jika sudah beristri Afirah, dia pasti juga akan tobat! Yang penting dia kaya raya.”

Pada saat yang sama, di sebuah tenda mewah, tak jauh dari pasar Kufah. Seorang pemuda tampan dikelilingi oleh teman-temannya. Tak jauh darinya, seorang penari melenggak-lenggokkan tubuhnya diiringi suara gendang dan seruling.
“Ayo bangun, Yasir. Penari itu mengerlingkan matanya padamu!” bisik temannya.
“Be…benarkah?”
“Benar. Ayo cepatlah. Dia penari tercantik kota ini. Jangan kau sia-siakan kesempatan ini, Yasir!”
“Baiklah. Bersenang-senang dengannya memang impianku.”
Yasir lalu bangkit dari duduknya dan beranjak menghampiri sang penari. Sang penari mengulurkan tangan kanannya dan Yasir menyambutnya. Keduanya lalu menari-nari diiringi irama seruling dan gendang. Keduanya benar-benar hanyut dalam kelenaan. Dengan gerakan mesra penari itu membisikkan sesuatu ke telinga Yasir,
“Apakah Anda punya waktu mala mini bersamaku?”
Yasir tersenyum dan menganggukkan kepalanya. Keduanya terus menari dan menari. Suara gendang memecah hati. Irama seruling melengking-lengking. Aroma arak menyengat nurani. Hati dan pikiran jadi mati.

Keesokan harinya.

Usai shalat dhuha, Zahid meninggalkan masjid menuju ke pinggir kota. Ia hendak menjenguk saudaranya yang sakit. Ia berjalan dengan hati terus berdzikir membaca ayat-ayat suci Al-Qur’an. Ia sempatkan ke pasar sebentar untuk membeli anggur dan apel buat saudaranya yang sakit.
Zahid berjalan melewati kebun korma yang luas. Saudaranya pernah bercerita bahwa kebun itu milik saudagar kaya, Abu Afirah. Ia terus melangkah menapaki jalan yang membelah kebun korma itu. Tiba-tiba dari kejauhan ia melihat titik hitam. Ia terus berjalan dan titik hitam itu semakin membesar dan mendekat. Matanya lalu menangkap di kejauhan sana perlahan bayangan itu menjadi seorang sedang menunggang kuda. Lalu sayup-sayup telinganya menangkap suara,

“Tolooong! Toloooong!!!”
Suara itu datang dari arah penunggang kuda yang jauh di depannya. Ia menghentikan langkahnya. Penunggang kuda itu semakin jelas.
“Tolooong! Tolooong!!”
Suara itu semakin jela terdengar. Suara seorang perempuan. Dan matanya dengan jelas bisa menangkap penunggang kuda itu adalah seorang perempuan. Kuda itu berlari kencang.
“Tolooong! Tolooong hentikan kudaku ini! Ia tidak bisa dikendalikan!”
Mendengar itu Zahid tegang. Apa yang harus ia perbuat. Sementara kuda itu semakin dekat dan tinggal beberapa belas meter di depannya. Cepat-cepat ia menenangkan diri dan membaca shalawat. Ia berdiri tegap di tengah jalan. Tatkala kuda itu sudah sangat dekat ia mengangkat tangan kanannya dan berkata keras,
“Hai kuda makhluk Allah, berhentilh dengan izin Allah!”
Bagai pasukan mendengar perintah panglimanya, kuda itu meringkik dan berhenti seketika. Perempuan yang ada di punggungnya terpelanting jatuh. Perempuan itu mengaduh. Zahid mendekati perempuan itu dan menyapanya.
“Assalamu’alaiki. Kau tidak apa-apa?”
Perempuan itu mengaduh. Mukanya tertutup cadar hitam. Dua matanya yang bening menatap Zahid. Dengan sedikit merintih ia menjawab pelan,
“Alhamdulillah, tidak apa-apa. Hanya saja tangan kananku sakit sekali. Mungkin terkilir saat jatuh.”
“Syukurlah kalau begitu.”
Dua mata bening di balik cadar it uterus memandangi wajah tampan Zahid. Menyadari hal itu Zahid menundukkan pandangannya ke tanah. Perempuan itu perlahan bangkit. Tanpa sepengetahuan Zahid, ia membuka cadarnya. Dan tampak wajah cantik nan mempesona,

“Tuan, saya ucapkan terima kasih. Kalau boleh tahu siapa nama Tuan, dari mana dan mau ke mana Tuan?”

Zahid mengangkat mukanya. Tak ayal matanya menatap wajah putih bersih mempesona. Hatinya bergetar hebat. Syaraf dan ototnya terasa dingin semua. Inilah untuk pertama kalinya ia menatap wajah gadis cantik jelita dari jarak yang sangat dekat. Sesaat lamanya keduanya beradu pandang. Sang gadis terpesona oleh ketampanan Zahid, sementara gemuruh hati Zahid tak kalah hebatnya. Gadis itu tersenyum dengan pipi merah merona, Zahid tersadar, ia cepat-cepat menundukkan kepalanya. “Innalillah. Astaghfirullah,” gemuruh hatinya.

“Namaku Zahid, aku dari masjid mau mengunjungi saudaraku yang sakit.”
“Jadi, kaukah Zahid yang sering dibicarakan orang itu? Yang hidupnya Cuma di dalam masjid?”
“Tak tahulah. Itu mungkin Zahid yang lain,” kata Zahid sambil membalikkan badan. Ia lalu melangkah.
“Tunggu dulu Tuan Zahid! Kenapa tergesa-gesa? Kau mau kemana? Perbincangan kita belum selesai!”
“Aku mau melanjutkan perjalananku!”
Tiba-tiba gadis itu berlari dan berdiri di hadapan Zahid. Terang saja Zahid gelagapan. Hatinya bergetar hebat menatap aura kecantikan gadis yang ada di depannya. Seumur hidup ia belum pernah menghadapi situasi seperti ini.
“tuan aku hanya mau bilang, namaku Afirah. Kebun ini milik ayahku. Dan rmahku di sebelah selatan kebun ini. Jika kau mau datang silahkan datang ke rumahku. Ayah pasti akan senang dengan kehadiranmu. Dan sebagai ucapan terima kasih aku mau menghadiahkan ini.”
Gadis itu lalu mengulurkan tangannya memberi sapu tangan hijau muda.
“Tidak usah.”
“Terimalah, tidak apa-apa! Kalau tidak Tuan terima, aku tidak akan memberi jalan!”
Terpaksa Zahid menerima sapu tangan itu. Gadis itu lalu minggir sambil menutup kembali mukanya dengan cadar. Zahid melangkahkan kedua kakinya melanjutkan perjalanan.

Saat malam datang membentangkan jubbah hitamnya, kota Kufah kembali diterangi sinar rembulan. Angin sejuk dari utara semilir mengalir.

Afirah terpekur di kamarnya. Matanya berkaca-kaca. Hatinya basah. Pikirannya bingung. Apa yang menimpa dirinya. Sejak kejadian tadi pagi di kebun krma hatinya terasa gundah. Wajah bersih Zahid bagai tak hilang dari pelupuk matanya. Pandangan matanya yang teduh menunduk membuat hatinya sedemikian terpikat. Pembicaraan orang-orang tentang kesalehan seorang pemuda di tengah kota bernama Zahid semakin membuat hatinya tertawan. Tadi pagi ia menatap wajahnya dan mendengarkan tutur suaranya. Ia juga menyaksikan wibawanya. Tiba-tiba air matanya mengalir deras. Hatinya merasakan aliran kesejukan dan kegembiraan yang belum pernah ia rasakan sebelumnya. Dalam hati ia berkata,

“Inikah cinta? Beginikah rasanya? Terasa hangat mengaliri syaraf. Juga terasa sejuk di dalam hati. Ya Rabbi, tak aku pungkiri aku jatuh hati pada hamba-Mu yang bernama Zahid. Dan inilah untuk pertama kalinya aku terpesona pada seorang pemuda. Untuk pertama kalinya aku jatuh cinta. Ya Rabbi, izinkanlah aku mencintainya.”
Air matanya terus mengalir membasahi pipinya. Ia teringat sapu tangan yang ia berikan pada Zahid. Tiba-tiba ia tersenyum,
“Ah sapu tanganku ada padanya. Ia pasti juga mencintaiku. Suatu hari ia akan datang kemari.”
Hatinya berbunga-bunga. Wajah yang tampan bercahaya dan bermata teduh itu hadir di pelupuk matanya.

Sementara itu di dalam masjid Kufah tampak Zahid yang sedang menangis di sebelah kanan mimbar. Ia menangisi hilangnya kekhusyukan hatinya dalam shalat. Ia tidak tahu harus berbuat apa. Sejak ia bertemu dengan Afirah di kebun korma tadi pagi ia tidak bisa mengendalikan gelora hatinya. Aura kecantikan Afirah bercokol dan mengakar sedemikian kuat dalam relung-relung hatinya. Aura itu selalu melintas dalam shalat, baca Al-Quran dan dalam apa saja yang ia kerjakan. Ia telah mencoba berulang kali menepis jauh-jauh aura pesona Afirah dengan melakukan shalat sekhusyu’-khusyu’-nya namun usaha itu sia-sia.
“Ilahi, kasihanilah hamba-Mu yang lemah ini. Engkau Mahatahu atas apa yang menimpa diriku. Aku tak ingin kehilangan cinta-Mu. Namun Engkau juga tahu, hatiku ini tak mampu mengusir pesona kecantikan seorang makhluk yang Engkau ciptakan. Saat ini hamba sangat lemah berhadapan dengan daya tarik wajah dan suaranya Ilahi, berilah padaku cawan kesejukan untuk meletakkan embun-embun cinta yang menetes-netes dalam dinding hatiku ini. Ilahi, tuntunlah langkahku pada garis takdir yang paling Engkau ridhai. Aku serahkan hidup matiku untuk-Mu. “Isak Zahid mengharu biru pada Tuhan Sang Pencipta hati, cinta, dan segala keindahan semesta.

Zahid terus meratap dan mengiba. Hatinya yang dipenuhi gelora cinta terus ia paksa untuk menepis noda-noda nafsu. Anehnya, semakin ia meratap embun-embun cinta itu semakin deras mengalir. Rasa cintanya pada Tuhan. Rasa takut akan azab-Nya. Rasa cinta dan rindu-Nya pada Afirah. Dan rasa tidak ingin kehilangannya. Semua bercampur dan mengalir sedemikian hebat dalam relung hatinya. Dalam puncak munajatnya ia pingsan.

Menjelang shubuh, ia terbangun. Ia tersentak kaget. Ia belum shalat tahajjud. Beberapa orang tampak tengah asyik beribadah bercengkerama dengan Tuhannya. Ia menangis, ia menyesal. Biasanya ia sudah membaca dua juz dalam shalatnya.
“Ilahi, jangan kau gantikan bidadariku di surge dengan bidadari dunia. Ilahi, hamba lemah maka berilah kekuatan!”
Ia lalu bangkit, wudhu, dan shalat tahajjud. Di dalam sujudnya ia berdoa,
“Ilahi, hamba mohon ridha-Mu dan surga. Amin. Ilahi lindungi hamba dari murkaMu dan neraka. Amin. Ilahi, jika boleh hamba titipkan rasa cinta hamba pada Afirah pada-Mu, hamba terlalu lemah untuk menanggung-Nya, Amin. Ilahi, hamba mohon ampunan-Mu, rahmat-Mu, cinta-Mu, dan ridha-Mu. Amin.”

Pagi hari, usai shalat dhuha Zahid berjalan kea rah pinggir kota. Tujuannya jelas yaitu rumah Afirah. Hatinya mantap untuk melamarnya. Di sana ia disambut dengan baik oleh kedua orangtua Afirah. Mereka sangat senang dengan kunjungan Zahid yang sudah terkenal ketakwaannya di seantero penjuru kota. Afirah keluar sekejap untuk membawa minuman lalu kembali ke dalam. Dari balik tirai ia mendengarkan dengan seksama pembicaraan Zahid dengan ayahnya. Zahid mengutarakan maksud kedatangannya, yaitu melamar Afirah.

Sang ayah diam sesaat. Ia mengambil nafas panjang. Sementara Afirah menanti dengan seksama jawaban ayahnya. Keheningan mencekam sesaat lamanya. Zahid menundukkan kepala ia pasrah dengan jawaban yang akan diterimanya. Lalu terdengarlah jawaban ayah Afirah.
“Anakku Zahid, kau datang terlambat. Maafkan aku, Afirah sudah dilamar oleh Abu Yasir untuk putranya Yasir beberapa hari yang lalu, dan aku telah menerimanya.”
Zahid hanya mampu menganggukkan kepala. Ia sudah mengerti dengan baik apa yang didengarnya. Ia tidak bisa menyembunyikan irisan kepedihan hatinya. Ia mohon diri dengan mata berkaca-kaca. Sementara Afirah, lebih tragis keadaannya. Jantungnya nyaris pecah mendengarnya. Kedua kakinya seperti lumpuh seketika. Ia pun pingsan saat itu juga.

Zahid kembali ke masjid dengan kesedihan tak terkira. Keimanan dan ketakwaan Zahid ternyata tidak mampu mengusir rasa cintanya pada Afirah. Apa yang ia dengar dari ayah Afirah membuat nestapa jiwanya. Ia pun jatuh sakit. Suhu badannya sangat panas. Berkali-kali ia pingsan. Ketika keadaannya kritis seorang jamaah membawa dan merawatnya di rumahnya. Ia sering mengigau. Dari bibirnya terucap kalimat tasbih, tahlil, istighfar dan… Afirah.

Kabar tentang derita yang dialam Zahid ini tersebar ke seantero kota Kufah. Angina pun meniupkan kabar ini ke telinga Afirah. Rasa cinta Afirah yang tak kalah besarnya membuatnya menulis sebuah surat pendek,


Surat itu ia titipkan pada seorang pembantu setianya yang bisa dipercaya. Ia berpesan agar surat itu langsung sampai ke tangan Zahid. Tidak boleh ada orang ketiga yang membacanya. Dan meminta jawaban Zahid saat itu juga.

Hari itu juga surat Afirah sampai ke tangan Zahid. Dengan hati berbunga-bunga Zahid menerima surat itu dan membacanya. Setelah tahu isinya seluruh tubuhnya bergetar hebat. Ia menarik nafas panjang dan beristighfar sebanyak-banyaknya. Dengan berlinang air mata ia menulis balasan untuk Afirah:


Begitu membaca jawaban Zahid itu Afirah menangis. Ia menangis bukan karena kecewa tapi menangis karena menemukan sesuatu yang sangat berharga, yaitu hidayah. Pertemuan dan percintaannya dengan seorang pemuda saleh bernama Zahid itu telah mengubah jalan hidupnya.

Sejak itu ia menanggalkan semua gaya hidupnya yang glamor. Ia berpaling dari dunia dan menghadapkan wajahnya sepenuhnya untuk akhirat. Sorban putih pemberian Zahid ia jadikan sajadah, tempat di mana ia bersujud, dan menangis di tengah malam memohon ampunan dan rahmat Allah SWT. Siang ia puasa malam ia habiskan dengan bermunajat pada Tuhannya. Di atas sajadah putih itu ia menemukan cinta yang lebih agung dan lebih indah, yaitu cinta kepada Allah SWT. Hal yang sama juga dilakukan Zahid di masjid Kufah. Keduanya benar-benar larut dalam samudera cinta kepada Allah SWT.

Allah Maha Rahman dan Rahim. Beberapa bulan kemudian Zahid menerima sepucuk surat dari Afirah.


Seketika itu Zahid sujud syukur di mihrab masjid Kufah. Bunga-bunga cinta bermekaran dalam hatinya. Tiada henti bibirnya mengucapkan hamdalah.

Dari Novel "Di Atas Sajadah Cinta" Chapter 1, Karya Habiburrahman El Shirazy.

-Memmy-

Sabtu, 19 November 2011

Chemistry

Jadi tertarik pengen nulis tentang Chemistry. Akhir-akhir ini saya sering mendengar istilah chemistry. Saya masih teringat juga pembicaraan beberapa bulan lalu dengan teman melalui fasilitas chatting dari sebuah merk ponsel. Saya buka-buka lagi history obrolannya. Berawal dari pembicaraan tentang mengapa belum punya pasangan, tentang kekurangan dan kelebihan, akhirnya meruncing ke chemistry. Chemistry ini cukup mempengaruhi dan ada kaitannya dengan hubungan. Dalam hal ini khususnya hubungan “perasaan” atau mencintai antara cowok dan cewek. Berikut penggalan pembicaraan kami :

A : “Chemistry sebenarnya hanya sebagai awal aja. Banyak pasangan yang merasa chemistry hilang setelah nikah. Apalagi punya anak, apalagi anaknya segudang. Boro-boro mikirin chemistry, ngurusin anaknya nangis gantian kek antrian BBM. Balik ke filosofi kata pasangan. Kira-kira apa yang berkorelasi dengan kata pasangan? Chemistry iya, tapi itu di awal”.
B : ‘Komitmen?”
A : “Kayaknya belum tepat”.
B : “Tuntutan bisa mempertahankan kehidupan keluarga?”
A : “Duh jauhnyaaaaaaa... Bukaaaan. Gini.. Pernah liat pasangan pemain badminton?”
B : “Yup. Kerjasama?”
A : “Nah, coba perhatikan kenapa si A dipasangkan dengan si B? Anggap saja pasangan ganda campuran deh”
B : “Saling melengkapi?”
A : “Wah… Lumayan ini… Sip… Terus?”
B : “Maksudnya yang satu ada kekurangan ini, satunya punya kelebihan di hal itu, dan sebaliknya”
A : “Ga mesti kelebihan dan kekurangan…”
B : “Saling mengisi”
A : “Sip…”
B : “Ibaratnya, kenapa Tuhan menciptakan sela-sela di antara jari-jari kita?”
A : “Nah… Trus… Apa lagi coba?”
B : “Karena Tuhan menciptakan sela-sela jari lain, yang apabila disatukan, bisa saling menutup, hingga ga ada lagi sela itu”
A : “Terus kalo sela jari itu besarnya timpang gimana? Nyusahin banget kan? Wkwkwk” (ada sesi humor juga dalam obrolan) Artinya apa yang dimiliki masing-masing itu saling mengisi, saling melengkapi, dalam batas-batas kecocokan yang bisa diterima, sehingga masing masing merasa saling membutuhkan untuk lebih nyaman, lebih kuat, lebih kompak. Dari situ muncullah keinginan untuk menjaga hubungan yang saling membutuhkan… Muncullah komitmen dalam diri masing-masing untuk menjaga hubungan itu. Ibarat main musik akan lebih enak kalau ada yang nyanyi dan aada yang main gitar. Lagu kesukaannya juga mirip-mirip, tempat main musiknya juga sama, tempo yang dimainkan sama, maka lagu yang dimainkan akan terasa merdu dan indah, enak didengerin menjadi irama kehidupan rumah tangga yang harmonis.”
B : “Pertama memang chemistry, bisa saling melengkapi dan ketergantungan satu sama lain (ketergantungan dalam arti positif)”
A : “Belum tentu juga chemistry mucul di awal. Tergantung molekul kimianya” (sudah mengarah ke sains nih dan menganalogikan teori sains dengan chemistry versi realita)
B : “Cinta bisa ditumbuhkan sih…”
A : “Kalau molekul kimianya berkecepatan reaksi yang lama alias bolot dan lelet, yaa biasanya baru muncul kalau pasangannya terancam diambil orang. Hehehe. Pernah memecahkan apa sebenernya chemistry?”
STOP segini aja ya bocoran obrolannya. Soalnya kalau ditulisin semua, namanya cuma transpose history chat ke blog deh. Hehehe…

Kebanyakan orang susah menjelaskan maksud dari Chemistry, yaa… seperti reaksi kimia gitu lah, susah dijelasinnya. Terbentuk begitu saja, klik sama seseorang, nyaman, meskipun seseorang itu terkadang bukan type kita maupun seseorang itu adalah bener-bener cowo/ cewe impian kita. Awalnya memang chemistry yang diperlukan dalam sebuah hubungan, selanjutnya adalah saling membutuhkan, saling ketergantungan, melengkapi bahkan kehilangan jika seseorang itu tidak bersama kita. Hal-hal tersebutlah yang bisa dijadikan pondasi jika ingin membangun hubungan yang lebih serius. Jika kesemuanya itu dimiliki oleh sepasang hati, ditambah komitmen keduanya, maka jaminan hubungan yang awet sudah pasti di genggaman tangan :)

Bagi yang masih bingung tanda-tanda sebuah Chemistry, berikut saya berikan 7 tanda Anda dan si Dia mempunyai Chemistry (Dikutip dari Kompas Female) :

Anda menjadi kagok dan canggung
Anda jadi merasa canggung, lalu mengetuk-ngetukkan pensil ke meja atau mendenting-dentingkan gelas. "Ketika Anda memiliki chemistry yang serius, tubuh Anda meningkatkan produksi norepinephrine yang merupakan saraf-saraf penghubung," ungkap Helen Fisher, PhD, ahli anthropologi dari Rutgers University. Repotnya, hal ini malah membuat Anda canggung, tidak dapat mengkoordinasikan otak dan gerakan tangan, bahkan menimbulkan kecelakaan-kecelakaan kecil yang memalukan. Ini pertanda baik. Sebab bila Anda tidak peduli bagaimana anggapan si dia tentang Anda, Anda pun tak akan memperdulikan kekonyolan yang dilakukannya.


Anda jadi lebih mampu melihat secara detail

Sebelumnya, Anda tidak mengamati seseorang dengan begitu detail. Namun, mendadak Anda bisa melihat bagaimana kuku jari kelingking si dia terlihat terbelah, atau ada tahi lalat kecil di lehernya. Hal ini terjadi karena kadar dopamin meningkat dan membuat Anda mampu menandai kesemua hal tersebut. Penandaan ini membuat Anda fokus pada satu orang dengan lebih jelas, dan mengamati detail paling nggak penting dari diri seseorang. Segala sesuatu jadi terlihat unik dan istimewa.

Anda jadi lebih kompromis
Chemistry yang sebenarnya membuat Anda lebih melunak daripada biasanya. Jangan kaget kalau Anda lalu jadi lebih kompromis dengan teman kencan Anda ini, dibandingkan dengan orang lain. Anda tidak keberatan meskipun harus berjalan kaki lebih jauh asalkan bersama-sama si dia. Mendadak Anda sepakat menonton film-film komedi slapstick yang sebelumnya tidak Anda sukai. Atau, mencoba makanan yang sebelumnya Anda hindari.
“Saat Anda jatuh cinta, Anda lebih mudah menyerahkan batasan-batasan Anda agar dapat menyatu bersama orang tersebut," Harville Hendrix, PhD, penulis buku Keeping the Love You Find.

Ruangan terlihat lebih terang daripada biasanya
Ketika Anda melihat sesuatu, atau menatap seseorang yang menyebabkan perasaan menjadi positif, atau memancarkan minat khusus, pupil mata Anda melebar untuk menangkap lebih banyak gambaran tersebut. Alhasil, mata pun menangkap lebih banyak cahaya, dan ruangan pun jadi terlihat lebih terang.

Anda merasa lebih gelisah
Berulangkali mengelus lengan, menepuk-nepuk kaki, atau merasa gelisah selama kencan berlangsung, ternyata merupakan tanda baik: Anda memang menyukai orang ini. “Itu namanya gerakan perpindahan, yang Anda lakukan ketika Anda mencoba memutuskan apa yang harus Anda lakukan dengan diri Anda,". “Tahu kan, ketika seseorang tersenyum pada Anda, tapi Anda tak tahu pasti harus tersenyum balik atau mengalihkan wajah, lalu Anda memain-mainkan rambut.”
Hal ini terjadi karena otak mengalami over stimulasi, yang membuat Anda mengeluarkan energi berlebih dengan sedikit merapikan penampilan. Beberapa pakar lain mengatakan bahwa meraba-raba lengan atau kaki menunjukkan keinginan bawah sadar untuk menyentuh orang yang Anda hadapi.

Lupa makan
Ketika Anda merasa punya chemistry dengan seseorang, Anda begitu terpaku pada apa yang Anda bicarakan, sampai lupa menyentuh makanan yang dihidangkan di meja. Anda sama sekali tidak memikirkan makanan, dan hal ini bukan karena Anda merasa tegang. Penyebabnya adalah meningkatnya kadar dopamin, yang memicu perasaan menginginkan. "Kadar dopamin yang lebih tinggi memberi perasaan ringan, meningkatkan energi, dan merasakan suatu ekstasi minor. Dan Anda sama sekali tidak lapar!".

Anda merasa punya banyak kesamaan
Anda tidak merasakan nafsu terhadap pria/ wanita ini, tetapi lebih tertarik dengan berbagai kesamaan antara Anda dan dia yang Anda temukan. Chemistry yang terjadi di tempat kerja, misalnya, disebabkan pusat emosi dalam sistem limbik di otak Anda mengenali karakter si dia, yang mirip dengan karakter orang yang mengasuh Anda waktu kecil. Sebagai contoh, Anda merasa nyaman dengan humor yang dilontarkan lawan bicara Anda, karena mirip dengan cara ayah/ ibu Anda berinteraksi dengan Anda.

“Kesamaan yang intens ini memicu pelepasan dopamin, yang menimbulkan perasaan 'wow'," Saat perasaan itu muncul, Anda pun jadi makin terpikat padanya secara fisik.

-Memmy-

Jumat, 18 November 2011

Happy Wedding Anniversary 7th (History - Story of of eluva)

Hari ini, tanggal 17 November 2011 merupakan hari yang bisa dikenang untuk Mas Eko dan Mbak Atie’. Mas Eko adalah mas kandungku satu-satunya yang sangat kusayangi, mbak Atie’ adalah istrinya, mbak iparku. Pada tanggal inilah, 7 tahun yang lalu hubungan mereka resmi dan halal dalam Negara maupun dalam agama. Rabu, 17 November 2004 lalu (4 Syawal 1425H) mereka menikah di Graha Niekmat Rasa, Solo setelah kurang lebih 6 tahun mereka saling mengenal, kadang jauh kadang dekat dan sempat Long Distance Relationship beberapa waktu. Ternyata memang kalau jodoh nggak kemana…

Aku memberi ruang di tulisanku untuk mereka karena mereka adalah pasangan yang kuteladani, yang menginspirasiku.

Mereka berdua bertemu dalam sebuah organisasi di kampus (Senat Mahasiswa), mas Eko menjadi ketua organisasi dan mbak Atie’ menjadi sekretarisnya. Karena sering ketemu, mereka kemudian saling suka. Dulu waktu Mas Eko masih kuliah, aku, bapak dan ibu beberapa bulan sekali mengunjungi mas Eko di kost nya dan menginap beberapa malam. Waktu itu aku masih duduk di kelas 5 SD (tahun 1998). Mas Eko memperkenalkan Mbak Atie’ kepada kami “Ini temanku, Pak, Bu, Mem. Namanya Fitri” (nama panggilan lain dari Mbak Atie’). Aku, bapak dan ibu menganggapnya biasa saja. Tapi ngga lama setelah itu, mas Eko cerita kalau hubungan mereka sudah jadi “teman dekat”. Aku seneng-seneng aja sama Mba Atie’, orangnya menurutku kalem, baik dan pintar. Tapi lama-lama aku merasa takut dan kehilangan Mas Eko. Maklum, kami hanya 2 bersaudara, aku sayang banget sama mas Eko, kami dekat sekali, sering tidur bareng, aku sering dipeluk, sholat berjama’ah, mas Eko suka iseng jahil dan godain aku, nasehat-nasehatin aku, tempat mencurahkan hati dan memberikan solusi hingga membantuku dalam urusan apapun, bahkan untuk tugas sekolah. Waktu aku mengunjungi mas Eko di Yogya, dia selalu mengajakku jalan-jalan ke Malioboro, pusat-pusat keramaian dan wisata lainnya. Mengajakku ke kost teman-temannya dan mengenalkan aku dengan teman-kuliahnya. Mengajakku ke lembah UGM minggu pagi untuk olahraga bareng, melihat dia berlatih basket, ke sunmor. Hal itu kami lakukan bertiga, aku, mas Eko dan Mbak Atie’, kadang Ibu juga ikut. This picture have a title "Mereka pun pernah muda".


Singkat cerita perjalanan semasa kuliah mereka telah selesai. Mbak Atie’ lulus duluan karena memang Mbak Atie’ setahun lebih dulu tahun masuknya daripada Mas Eko. Mbak Atie’ menjadi dosen di salah satu Universitas Swasta Fakultas Farmasi di Surakarta. Sampai ketika Mas Eko sudah menyelesaikan studi sarjana pada 19 November 2002 dan profesi Apotekernya pada 4 Agustus 2003, Mas Eko memulai kariernya sebagai Lecture Assistant (Asisten Dosen di Universitas dan fakultas yang sama dengan tempat kerja Mbak Atie’) selama beberapa bulan, dan akhirnya mereka harus berpisah tempat. Tepatnya tanggal 9 Januari 2004, Mas Eko akan memulai hidup barunya, untuk bekerja sebagai seorang Abdi Negara di instansi pemerintah sesuai bidang ilmunya di Manado. Waktu itu, pukul 5 pagi aku, bapak ibu, budhe, mbak Atie’, dan teman-teman kost Mas Eko (Whisper = Whisma Perjaka Ting-Ting) mengantarkannya ke Bandara Adi Sucipto. Kami semua haru akan kepergian Mas Eko dan aku melihat Mbak Atie’ dan Mas Eko sedih sekali atas perpisahan mereka (Ekspresi = nangis, hehehe). Setelah mereka menikah Mbak Atie’ menceritakan bahwa hubungan mereka waktu itu kritis, sementara keluarga Mbak Atie’ tidak menginginkan Mas Eko bekerja di tempat yang jauh “Rezeki di Jawa masih banyak, mengapa harus sampai ke luar Jawa untuk mencari rizki?” Mas Eko menjawab “Memang masih banyak rezeki di Jawa, tapi jika rezeki itu bukan hak ku, aku ngga akan mengambil hak orang lain”. Dengan keyakinan dan kekukuhan hatinya, ia pun berangkat ke Manado. Mbak Atie’ pun melepaskannya dengan ikhlas, “jika memang kita berjodoh kita pasti bisa bersama, Mas. Kalaupun di sana kamu kecantol sama orang, aku ikhlas” (cerita Mbak Atie’ seperti itu, ah... yang beneeer? hehehe). Ini foto awal Mas Eko merantau di Manado.


Dengan penghasilan pas-pasan, 3 bulan ngga gajian. Ke kantor kadang dia jalan kaki, maem bareng di rumah temannya, dan kesederhanaan lain. Manis getir, lika liku hubungan mereka, akhirnya Allah masih menjodohkan mereka. Setelah kurang lebih 10 bulan berhubungan jarak jauh, November 2004 Mas Eko pulang ke Jawa untuk lebaran sekaligus menikahi gadis yang dicintainya selama beberapa tahun itu. 4 Syawal 1425H, hari Rabu, 17 November 2004 mereka bertemu lagi di pelaminan. Akhirnyaaa… menikah juga kalian. Akad nikah pada hari itu juga di Graha Niekmat Rasa jam 08.00 dengan lafal ijab qabul menggunakan bahasa Arab. Setelah itu dilanjutkan resepsi hingga waktu dzuhur acara selesai.

Ada kebahagiaan sekaligus kesedihan pada hari itu. Kebahagiaan atas pernikahan Mas Eko dan Mba Atie’, dan kesedihan karena 2 mobil pengiring manten dari Rembang yang dinaiki budhe, sepupuku, dan kerabat serta tetangga dekat kami yang ingin memberikan do’a restu di pernikahan Mas Eko, sampai akhir acara resepsi ngga sampai juga di gedung. Aku tahu hal ini pada saat acara berlangsung, bahwa mobil pengiring kecelakaan di Sumber Lawang kurang lebih jam 05.30, 1 mobil rombongan pengiring menabrak orang yang sedang naik sepeda motor hingga meninggal dunia dan beberapa penumpang mobil luka parah, salah satunya adalah budhe Sri mengalami patah tulang di kaki dan daging kakinya mengelupas, budhe Nanik mengalami patah tulang di tangan, tetanggaku mengalami luka dalam di bagian perut yang segera dibawa ke Rumah Sakit terdekat (RS Islam dan Orthopedi, Solo) dan penumpang lainnya mengalami luka ringan (memar), mobil mengalami kerusakan berat, sopir kami dan mobil ditahan di kantor Polisi. Acara berlangsung dengan lancar, bapak, om dan saudara-saudaraku yang lain tidak memberitahukan musibah ini ke ibu, pengantin dan keluarga Mbak Atie’. Setelah selesai acara, baru kami memberitahukannya.
Barakallahulaka wabaraka’alaika wajama’abainakuma fii khoiir…

Beberapa hari setelah menikah, Mas Eko kembali bekerja di Manado, Mbak Atie’ juga melanjutkan rutinitasnya bekerja di Solo. Tapi mereka hanya bisa bertahan beberapa bulan untuk berpisah. Januari 2005, Mbak Atie’ mengejar cintanya ke Manado. Meninggalkan profesi dosennya, menjadi istri yang setia mendampingi suaminya. Bener-bener keputusan yang hebat. Mereka tinggal mengontrak di RSS. Hingga Mbak Atie’ hamil 8 bulan anak pertama, diterima di salah satu perusahaan BUMN di bidang ilmunya dan melahirkan keponakanku yang pertama, Mahija Aqila Khalfani (Alif) pada 28 Oktober 2005. Niat ke Manado untuk mengejar Cinta, Cinta terkejar, Cita pun didapat. Waktu hamil anak kedua mereka, mereka harus berpisah karena Mbak Atie’ promosi jabatan dan bertugas di Gorontalo, kurang lebih 8 jam dengan perjalanan darat dari Manado. Terlihat cukup mengharukan perpisahan mereka, badan Alif, Mbak Atie’ dan Mas Eko mengurus, Alif sering sakit karena kangen Abi-nya yang dua minggu sekali di weekend baru bisa bertemu dengannya. Alhamdulillah keadaan ini ngga bertahan lama, kurang lebih 6 bulan Mbak Atie’ bisa pindah tugas di Manado lagi.

Kemudian lahirlah si cantik Asa (Mazaya Asya Ghaisani) pada 18 Februari 2008. Karena program kejar rezeki (banyak anak, banyak rezeki), ngga lama setelah itu lahir anak ketiga mereka pada Juli 2009, cowok yang bernama Maulana Muhammad Azzam (Azzam). Hingga saat ini mereka hidup bahagia dengan tiga keponakanku yang lucu, cakep dan cantik, cerdas dan insyaAllah sholeh dan sholehah. Alif sekarang duduk di kelas 1 SD Islamic Center Manado sebagai lanjutan dari TK Islamic Center Manado. Selama TK dan SD, Alif memperoleh predikat sebagai juara kelas dan juara umum atas prestasi akademisnya. Bakatnya mulai terlihat untuk menjadi da’i cilik. Ramadhan kemarin, Alif mengikuti lomba da’i cilik, dan dipengalaman pertama dia mengikuti lomba, Alif bisa menyandang sebagai juara kedua yang kemudian Alif dan Abi serta Ibunya mendapatkan kesempatan untuk tampil dan diwawancarai di salah satu stasiun TV lokal di Manado. Alif beberapa kali memberikan taushiyah di masjid-masjid. Dan InsyaAllah Januari mendatang Alif mendapatkan kesempatan memberi taushiyah di Tabligh Akbar se-Provinsi Sulawesi Utara. Semoga kalian menjadi anak-anak yang sholeh/ sholehah dan cerdas ya, Nak…

Ini fotonya 3A, juniornya 2A. The Cool, Beautiful and Charming...


Itu aja yang ingin kusampaikan tentang history dan story dari perjalanan mengejar cinta dan citanya Mas Eko, Mbak Atie’ dan keluarga kecilnya yang mereka menyebut dirinya 5A (Abi, Atie', Alif, Asa, Azzam). 6A nya tunggu aku yaa, hehehe... Kalian sangat menginspirasiku. Semoga keluarga kecilku kelak seperti kalian. Semoga kebahagiaan, limpahan nikmat Allah dan semua kebaikan selalu menyertai kalian. Aamiin…

Salam sayang selalu dari adik, tante kalian…

-Memmy-

Selasa, 08 November 2011

Mantan Kekasih

Mantan kekasih yang hilang datang,
Ungkapkan besarnya penyesalan,
Bagaimana dia menghancurkan aku,
Percayalah… Kau tak aku sesali,
Di sini tak lagi jadi rumahmu,
Relakanlah semua… Berakhirlah sudah…

Itulah penggalan lirik lagu yang berjudul “MantanKekasih” yang dibawakan oleh Sheila On 7. Yah, mantan kekasih… Seseorang yang pernah mengisi lembar kertas pink dalam hidup kita, lembar yang dinamakan Cinta. Bagaimanapun ending suatu hubungan, menyenangkan, menyedihkan, mengharukan, kesepakatan, sepihak, keterpaksaan atau keharusan yang pasti mantan kekasih pernah memberikan warna dan kebahagiaan tersendiri untuk kita. Entah lama atau sebentar, kita pernah mencintainya. Tapi, yang lalu biarlah berlalu, yang sudah biarlah sudah, kita tidak bisa hidup dengan baik jika terus meratapi kesalahan dan kegagalan masa lalu. Masa lalu hanya sebagai pelajaran untuk bisa lebih baik di masa depan, karena masa lalu tidak akan pernah bisa kembali lagi, seperti kata pepatah :

“Yang terjauh adalah masa lalu,
Yang abadi adalah kenangan”

Dia tidak akan pernah bisa kembali seperti dulu. Jika ada kenangan, itupun tidak bisa dihapus. Kenangan itu akan abadi, tinggal bagaimana kita menyikapinya. Mau terbelenggu dengan masa lalu atau move on dan menutup lembaran lama, mengubur kenangan dalam-dalam dan membuka menjalani lembaran baru dengan berkaca pada kegagalan yang lalu dan segenggam harapan bisa lebih baik dan terbaik di lembar yang sekarang maupun yang akan datang.

Bagaimana bersikap kepada mantan kekasih?
Bagi yang masih jomblo :

Yang masih jomblo ini karena memang belum laku atau belum bisa melupakan mantannya yah? Mau jomblonya karena hal tersebut atau udah jadi prinsip hidup buat “menjomblo”, yang pasti sebaiknya move on aja, temans… Mau menjalin hubungan baik dengan mantan kekasih dan orang-orang terdekatnya (keluarga dan teman-temannya) silahkan. Asal bisa memanage hati kalian sendiri. Jika merasa hubungan kalian masih bisa diperjuangkan, kejar terus sampai sang mantan kembali ke pelukan. Tapi jika peluangnya lebih banyak enggaknya, hubungan yang tidak layak untuk dipertahankan, leave it aja. Kalau kamu ngedeketin cewek atau cowok lain, gimana bisa fokus PDKT, gimana bisa jadian kalau masih teringat sama mantan? Dunia enggak selebar telapak tangan. Apalagi kalau sang mantan sudah punya kekasih baru, udah tunangan, udah nikah atau bahkan udah punya anak. Mau sampai kapan berharap-harap gak tentu? “Kalau jodoh ngga kemana, kalau ngga jodoh ya kemana-mana…”
Open your heart, open your mind… Cinta sudah lewat…

Bagi yang sudah mempunyai kekasih :
Selamat! Lembaran baru telah dimulai.“Selamat tinggal masa lalu, aku kan melangkah” (Five Minutes, Selamat Tinggal Masa Lalu). Pernyataan ini seharusnya sudah ditanamkan sejak mengakhiri hubungan dengan mantan kekasih. Ketika sudah ada kesepakatan untuk memulai hubungan baru, tutuplah rapat-rapat semua tentang mantan kekasih. Sebaiknya jangan menceritakan atau membandingkan dengan terang-terangan sang mantan dengan kekasih baru. Semanis apapun kenangan yang lalu, selama apapun hubungan kalian, sebaik dan semenarik apapun mantan kekasih, itu hanya cerita lalu.
Perlukah masih berkomunikasi dengan mantan kekasih? Sebelum memutuskan jawaban dari pertanyaan tersebut, tanyakan pertanyaan ini juga pada diri sendiri. Sebaiknya tidak memulai komunikasi dengan mantan, dan kalaupun sang mantan mencoba mendekati atau menghubungi lagi, respons sewajarnya saja dan katakan dengan tegas bahwa hubungan kalian adalah teman biasa, bukan seperti dulu. Jagalah perasaan kekasih yang sekarang. Cintai apa yang kita miliki, cintai apa yang kita lakukan.

“Kemarin adalah kenangan,
Hari ini adalah kenyataan,
Esok adalah harapan”

Jangan sesali hari kemarin, Jangan takutkan hari esok, Jalanilah hari ini sebaik-baiknya. Hari ini milik kita dan esok pasti lebih baik, percayalah :).



Ada lagu "Cinta Sudah lewat" by Kahitna, berikut link nya : http://www.4shared.com/get/dmzwvVe1/Kahitna_-_Cinta_Sudah_Lewat.html silahkan didownload dan didenger sendiri yaa.

-Memmy-